Saat itu, undangan penguji berasal dari Perwakilan KLHK, melalui Penasehat Senior Menteri KLHK, Dr. (HC).Wahjudi Wardjojo dan Dr. Mulyadi, pakar ilmu tanah dari Fakultas Pertanian Unmul serta doktor sosial ekonomi kehutanan, Dr. Setiawati, dosen Fakultas Kehutanan Unmul. Iya. Saat itu, para penguji dari dalam dan luar kampus. Karena sebelumnya saat Sidang Tertutup, para penguji, baik Promotor maupun penguji sudah mengajukan pertanyaan selama 3 jam lebih saat itu.
Per tanggal 22 Juni 2024, saya akhirnya ikut wisuda program doktor. Semua perjuangan seolah terbayar lunas... Alhamdulillah
Saya akan mengulas perjalanan kuliah program doktor. Semoga bermanfaat.
Di tahun 2019 lalu, saya memutuskan untuk mengikuti perkuliahan program doktor ilmu kehutanan di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Terus terang di awal tidak mudah mengambil keputusan ini. Selain karena sudah berumur, anak2 saya juga sedang kuliah dan sekolah di luar daerah. Yang menuntut pembiayaan yang cukup besar. Terus terang setelah melihat gestur isteri terkait niat ini, akhirnya saya putuskan untuk diambil.
Dalam program ini, seorang mahasiswa diwajibkan tetap mengikuti perkuliahan untuk menuntaskan teori secara offline. Wah, lumayan juga.
Saat itu, mahasiswa S3 angkatan 19 hanya 3 orang. Pertama seorang direktur perusahaan kayu yang bernama Bapak Kasransyah dan yang kedua dari Papua, Bapak Amatus, seorang pejabat PNS. Senang bersama mereka. Walau tidak mudah untuk kuliah bersama, selain karena jarak Berau Samarinda yang cukup jauh, pekerjaan di kantor juga sangat padat.
Perkuliahan mengambil teori ini sangat tertatih-tatih. Bagaimana tidak jarak dan kesibukan sangat sulit untuk kompromi. Saya hanya terus berdoa untuk dimudahkan dalam segala urusan. Terus terang saat perkuliahan offline ini, ujiannya sangat banyak. Walau hal ini sudah saya perhitungkan dari awal.
Memang perkuliahan offline ini adalah masalah utama saya. Untuk menanggulangi masalah ini, saya sebenarnya pernah observasi ke kampus lain. Pilihan lain sebenarnya adalah di UGM. Saya pernah diskusi dengan teman yang mengajar disana dan konsultasi. Dia menawarkan untuk kuliah disana. Tetapi tetap harus offline selama 3 bulanan dalam 2 semester. Itu sebenarnya sebuah kebijaksanaan untuk mahasiswa dari luar daerah. Ini sulit bagi saya. Tidak mungkin meninggalkan pekerjaan selama 3 bulan. Kondisi ini membuat opsi kuliah di UGM tidak bisa diambil. Akhirnya pilihannya tetap di Unmul ini. Selain itu, pertimbangannya adalah akreditasi B untuk program ini. Dengannya saya akan memiliki kesempatan untuk submit jabatan fungsional dosen. Iya, kebetulan saya adalah dosen tetap di Universitas Muhammadiyah Berau.
Di tahun 2020, saat semester genap, timbul masalah yang lebih kompleks. Iya.. pandemi covid 19 ini memengaruhi apapun. Termasuk kuliah offline. Program pengetatan interaksi dalam bentuk social distancing membuat kebijakan kampus lebih diarahkan pada perkuliahan online.
Saya mendapat keberkahan sebenarnya. Dengan adanya perkuliahan online, saya bisa ikut secara intensif.
Memang sangat beda dengan kuliah di S1 dan S2, dimana mahasiswa lebih banyak dr dosen. Saat saya mengambil mata kuliah, terkadang mahasiswanya hanya 1 orang. Saya sendiri dan dosennya 2 atau lebih. Sewaktu offline, saya berkunjung ke dosen tertentu untuk kuliah dan diskusi. Alhamdulillah semua dosen sangat memahami bagaimana kuliah doktor ini... jadi lebih banyak diskusi dan tugas. Bukan penyampaian materi kuliah satu arah.
Sama juga dengan online. Saya harus mengatur waktu kuliah dengan para dosen. Jadi saat berada di zoom atau google meet, hanya saya sendiri yang kuliah. Asik tapi aneh... Karena semua dosennya adalah doktor dan profesor, jadi perkuliahanmya lebih pada aspek implementatif, serta pengalaman empirik. Bukan hanya tumpukan teori.
Akhirnya saya bisa menyelesaikan perkuliahan teori. Nah, mulailah lanjutan petualangan yang menyenangkan, mendebarkan, menyulitkan dan tentu menjadi kenangan. Inilah alasan kenapa saya menulis sedikit artikel ini. Semoga bisa dibaca anak2 saya dan orang lain. Perjuangan mendapat gelar "doktor" yang menguras uang, waktu, pikiran dan tentu "kenyamanan"... karena terus terang, saya tidak pernah menceritakan ini sebelumnya di akun2 medsos saya. Kecuali pasca Sidang Tertutup.
Mulai cari judul
Sebelum selesai perkuliahan terus terang, saya sebenarnya sudah punya ancang2 untuk mengambil judul disertasi. Ada 3 topik yang sangat menarik, yaitu tentang valuasi ekonomi, pengelolaan hasil hutan non kayu (HHBK) dan pengelolaan mangrove. Tiga topik ini sangat berhubungan dengan pekerjaan saya di Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Dari 3 topik ini juga sangat berhubungan dengan pembangunan di Kabupaten Berau, dimana saya dilahirkan setengah abad yang lalu.
Serial diskusi dengan beberapa dosen dan teman saya lakukan. Mencari jurnal atau laporan ketiga topik ini menjadi rutinitas selain bekerja. Semua plus dan minus. Saya berpikir, jangan sampai pilihan judul tidak dipahami. Maka selain judul yang saya cari, pilihan metode penelitian yang realistis juga saya pelajari. Di folder laptop saya banyak file terkait hal ini. Sambil saya baca2, dimana pilihan yang tepat.
Untuk tema valuasi ekonomi saya sengaja mengambil mata kuliah Valuasi Ekonomi Hutan Tropis. Diasuh oleh seorang doktor lulusan Belanda yang bernama Dr. Bernaulus Saragih. Saya menganggap beliau adalah ahli yang pas, karena disertasi beliau juga tentang valuasi ekonomi. Saya banyak belajar dengan beliau. Memang beliau sangat mumpuni kalau bicara tentang valuasi ekonomi. Saya beli buku yang merupakan disertasi beliau. Sangat menarik sebenarnya. Saya pelajari metode penelitian yang dipilih serta analisis beliau yang sangat dalam. Termasuk dengan data2 tambahan yang digunakan untuk memperkuat analisis dan pembahasan. Jurnal2 tentang valuasi ekonomi juga saya baca, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Untuk HHBK, saya pelajari laporan2 terkait topik ini. Kebetulan di kantor juga ada mitra yang bekerja di pengembangan HHBK ini. Rekan mitra ini sedang mengidentifikasi potensi HHBK di Berau. Sangat menarik apa yang dilakukannya. Saya baca hasil identifikasi termasuk bagaimana metode yang digunakan. Cukup sederhana tapi sangat ilmiah. Saya sebenarnya tertarik dengan tema ini. Apalagi masih banyak potensi HHBK yang belum diketahui, apalagi dimanfaatkan. Berau saya lihat menjadi salah satu daerah yang sangat potensial memiliki HHBK. Seperti rotan, madu, atsiri, tanaman obat2an, makanan hutan dan lainnya. Saya juga sempatkan diskusi dengan pakar atsiri Indonesia, Prof. Harlinda. Beliau juga seorang dosen Fahutan Unmul dan doktor lulusan Jepang. Beliau menyampaikan potensi atsiri dan penelitian yang sudah dilakukan. Serta gap penelitian mana yang sebenarnya bisa diambil sebagai topik disertasi.
Nah, untuk tema pengelolaan mangrove, saya banyak diskusi dengan teman-teman mitra LSM yang bergerak di mangrove. Ada JALA, Jaringan Nelayan di Desa Tanjung Batu yang sedang membantu desa untuk mengelola wisata mangrove. Ada LSM Forum Lingkungan Mulawarman, sebuah LSM yang mendapatkan pendanaan TFCA Kalimantan untuk Pendampingan desa Telum Semanting dan desa Pegat Batumbuk. Ada LEKMALAMIN, yang mengusulkan dan mengelola mangrove Labuan Cermin di Biduk2. Ada FORLIKA, sebuah KSM di Teluk Sulaiman yang mengelola kawasan mangrove di Sigending, ada Perangat Timbatu, sebuah KSM di Desa Batu Batu. Ada juga KAKABE, sebuah KSM di Teluk Sumbang yang mendapat pendanaan TFCA. Ada juga Yayasan Penyu Berau yang mendampingi desa Tembudan dan mendapatkan pendanaan TFCA Kalimantan. Banyak ternyata LSM atau KSM yang bermain di mangrove.
Saya cari juga laporan pendampingan desa mangrove, penelitian dan jurnal tentang pengelolaan mangrove. Nah, file jurnal yang saya kumpulkan tentang mangrove ini lebih banyak dari tema yang lain. Hampir semua bentuk pengelolaannya. Termasuk studi biodiversitas, manajemen mangrove, pengelolaan HHBK mangrove, partisipasi masyarakat, pengembangan ekonomi melalui UKM dan ekowisata. Termasuk studi kebijakan daerah, nasional dan internasional.
Menentukan tema disertasi
Dari berbagai analisis, pertimbangan serta metodologi, akhirnya saya ambil tema terkait pengelolaan mangrove.
Saya berpikir ada yang menarik di Kabupaten Berau. Adanya pengelolaan mangrove berbasis masyarakat di beberapa desa. Pilihan 3 desa itu adalah Teluk Semanting di Kecamatan Pulau Derawan dan Teluk Sulaiman dan Biduk-Biduk di Kecamatan Biduk-Biduk. Di tiga kampung ini sangat saya pahami. Kondisi mangrovenya, tokoh2 kunci, isu serta peluang pengelolaannya. Jadi tidak asing bagi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar