Minggu, 24 November 2024

Mengapa Harus Menang

Hidup manusia di muka bumi pasti memiliki tujuan. Sang pencipta menciptakan manusia tanpa cek kosong. Ada misi yang harus dicapai. Jadi tidak main2 hidup ini. Ada sesuatu yang harus dikejar. Mencapai tujuan dengan segala pengorbanan dan perjuangan itulah yang dinamakan kemenangan. 

Nah... kemenangan itu sendiri macam2. Edisi kali ini kita mengenali kemenangan perangkat agar dakwah semakin berkibar dan eksistensi kebaikan bisa terlembagakan. Jadi... mengapa harus menang.

Ada beberapa alasan:

1. Fitrah manusia ingin menang.
Siapa pun dia, mau berhasil. Mau sukses. Dalam aspek apa pun. Seorang penjahat sekalipun ingin menang. Dia buat perencanaan bagaimana kejahatannya sempurna. Jejak kejahatannya disamarkan. Coba perhatikan, si penjahat biasa menggunakan sarung tangan atau penutup mata. Karena dia tak mau sidik jarinya terlacak atau wajahnya ditangkap oleh CCTV.
Itu seorang penjahat. Apalagi bagi seorang penyeru kebaikan. Harus cermat dan lengkap dalam membuat perencanaan. Syarat2 kemenangan harus disiapkan terlebih dahulu. Karena  kemenangan itu diperjuangkan. Bukan tiba-tiba turun dari langit. Tidak diberikan  dengan belas kasih orang lain. Keringat dan kelelahan perjuangan yang menjadi sebab Allah memberikan  kemenangan. Manusia hanya melakukan ikhtiar maksimal. Kemenangan itu dari Allah SWT. Kita lihat pada Surah Ash Shaff ayat 13, "Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin"

Kita semua ingin menang. Maka kita mesti berjuang untuk mencapainya. Walau panjang dan berliku, jalan itu harus dilalui. Dia juga bukan sprint 100 meter yang dilalui sekitar 10 detik. Dia marathon dengan panjang diatas 40 km. Sangat panjang dengan waktu yang lama. Diperlukan stamina yang cukup. Terkadang karena memporsir di awal, sang pejuang kehabisan energi di ujung. Padahal kemenangan itu ditentukan ujungnya. 

2. Tidak ada kata kalah dalam perjuangan yang suci.

Hidup ini sudah berpasangan. Baik buruk, maslahat mudharat, berhasil dan gagal. Kalah dan menang. 

Bagi si pejuang. Kemenangan sejati saat dia berada di kenikmatan tertinggi. Syurga firdaus. Motivasi ini tertanam dalam hatinya. Perjuangan dengan pengorbanan besar baginya adalah pembekalan dirinya untuk alasan berhadapan dengan Sang Pencipta. Dia maksimal mempersiapkan dan berjuang. Baginya cuma dua. Hidup mulia dengan kemenangan. Atau gugur berjuang dengan darah berceceran tetapi penghuni langit menyambut ruh nya yang terbang tinggi. 

Dua kondisi ini baginya adalah kemenangan. 
Teringat dengan perjuangan sahabat Abu Ayub Al Anshari. Dengan umur yang sudah uzur dia tetap kepingin ikut dalam barisan  pasukan penakluk konstantionpel yang saat itu rasanya sulit untuk ditaklukan.

Itulah perjuangan yang bermisi lintas waktu hidup seorang manusia. Yang menghilangkan faktor2 duniawi. Misalnya uzur dan kelemahan diri. Karena kedua hasil adalah keberkahan.

3. Ingin berkuasa dengan kemenangan

Bagi si pemenang pertempuran, kemenangan memberi peluang berkuasa. Berkuasa untuk melebarkan radius kebaikan. Nilai2 kebaikan ekspansif dan masuk dalam lembaga kehidupan  manusia yang regulatif.

Dalam surat Al Hajj ayat 41, "Orang-orang yang diberi kekuasaan dan melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar".

Nilai ini misi kepemimpinan. Kekuasaan mempermudah masyarakat menghamba pada sang Pencipta. Kesejahteraan tertingkat. Semakin banyak muzzaki dan budaya saling mengingatkan terus tumbuh. Ketiga hal ini terlembagakan dengan baik. Itulah yang dinamakan Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sebuah negara ideal yang baik dan makmur. Serta mendapat ridha sang pencipta.

Kemenangan sang pejuang lah yang bisa mencapai momentum itu.

Kalau kita lihat para nabi. Kesempurnaan ajaran saat mereka berkuasa. Perhatikan Nabi Sulaiman, atau sebelumnya Nabi Daud. Atau Nabi Yusuf. Mereka melembagakan nilai kebaikan dalam regulasi pemerintahan yang dipimpinnya.

4. Kemenangan itu hakekatnya dari Allah
Walaupun demikian syarat kemenangan harus dipenuhi. Syarat maknawi yang utama perlu dilengkapi. Allah SWT telah menyampaikan  dalam ayatnya.
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah banyak-banyak (berzikir dan berdoa) agar kamu beruntung" (Al Anfaal 45).

Syarat ini perlu terus dipertahankan. Tidak mudah mempertahankan kondisi ini. Di tengah dinamika pertempuran yang samar. Kebutuhan dunia akibat perhitungan manusia. Menyikapi hasil survei, mengikuti opini publik, kebutuhan mendesak masyarakat atau memenuhi regulasi penyelenggara pemilu terkait membuat syarat ini menjadi nisbi. Mungkin karena mau rapat yang urgen, shalat ditinggalkan. Atau mungkin ingin menampilkan figur yang diusung, sudah sulit dibedakan antara sombong dan strategi pencitraan. Atau alasan strategi yang lain, akibatnya melupakan  tujuan utama kemenangan itu sendiri.

Tidak sedikit karena membahas strategi pemenangan timbul suasana pertengkaran yang jauh dari ukhhwah. Memaksakan agenda pribadi atau merasa paling dari yang lain. 

Sesensitif apapun yang dibahas, perlu diingatkan dengan kekuasaan Allah. Ingat..  strategi, tools, sumber daya pemilu, dan lainnya adalah sarana mencapai kemenangan. Pejuang hanya menyiapkan pada level tertentu. Ingat..  kemenangan dari Allah... maka takutlah pada sang pemberi kemenangan. 

5. Momentum berkontribusi maksimal dan jujur

Intansurullah yan surkum. Kita yakin saat kita sudah bergerak, maka peluang Allah memberikan bantuan terbuka lebar. Selama niat awal tidak berubah.

Saat pertempuran, ini kesempatan berkontribusi secara maksimal. Tenaga, pikiran, harta, doa dan semua sumber daya secara proporsional dikontribusikan. Termasuk kontribusi keikutsertaan dalam medan juang. Yang sudah berkontribusi harta, bukan menjadi alibi untuk absen dalam pertempuran.

Yang lebih lucu, ada juga yang mau duduk santai menunggu kemenangan. Membiarkan yang lain bertempur. Dia tidak berbuat dan menjadi pengamat. Mengomentari perjuangan dan peluh orang lain. 

Cukuplah pelajaran dari Bani Israil yang diajak berjuang melawan musuh yang sangat kuat. Akhirnya mereka bersikap apatis. 
Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja" (Al Maidah 24).

Itulah ciri hidup yang kalah sebelum berjuang. Takut dengan nama besar sang lawan. Mau ikut bila kelihatan hilal ghanimah. Bila sulit dan musuh terlalu kuat... mereka kalau sebelum berjuang. 

Malu kita ke penduduk Madinah yang meminta izin untuk ikut berperang. Padahal serba kekurangan. Musuh besar di Perang Tabuk. Siapa tak takut dan bergetar mendengar Kekaisaran Romawi saat itu. Negara adikuasa. Tapi mereka semangat walau terkendali dengan pembekalan.

"Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang datang kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang). (Taubah: 92)

Betapa semangat mereka bergemuruh ingin berkontribusi. Saat itu memang prajurit harus menyiapkan pembekalan sendiri. Bisa dibayangkan bagi pasukan yang telah berkeluarga dan berkekurangan, mereka tidak bisa ikut. Mereka menangis karena tidak mampu berkontribusi fisik. 










Read more >>

Minggu, 10 November 2024

Lingkaran itu

Lingkaran ini mengingatkan pada jati diri penciptaan. Apa risalah besar yang diamanahkan sudah tertunai secara lengkap atau masih jauh dari harapan. Penghambaan diri pada Nya mungkin masih jauh panggang dari api. Apalagi risalah mengelola bumi. Padahal orang shaleh ditunggu perannya. Apalagi risalah menyeru. Ada insan yang berada di jurang kehancuran yang memerlukan raihan tangan. Merasa jijik untuk menyelamatkannya. Atau terlalu asik dengan comfort zone yang melenakan.

Lingkaran ini juga memberikan penguatan. Hati menjadi suci. Tak ada niatan selain kepada kebaikan untuk orang lain. Dengannya semakin kokoh walaupun terjangan angin topan yang supersonic. Dia akan terus kuat karena hati yang suci mengarahkan pada keikhlasan. Tidak bergeming dari angin sepoi atau angin mematikan. Dia tidak jumawa saat dipuja puji. Dan tak terpuruk saat hinaan menerpa. Dia berjalan seperti kafilah berlalu walau anjing menggonggong. Dia terus berjalan dan berbuat.

Lingkaran itu juga menguatkan kecerdasannya. Dengannya otak semakin penuh terisi wawasan. Mulutnya berisi ilmiahnya ilmu pengetahuan yang dalam. Sarannya penuh argumentasi yang bertanggung jawab. Dia bisa membedakan antara kecerdasan yang harus ditampilkan dan rendah hati yang inheren dalam dirinya. Tepat kapan dia berkata dan berbuat. Dia ilmu yang berjalan. Rujukan bagi yang pelanglang buana

Lingkaran itu menguatkan tangan dan kaki. Agar dia bisa berbuat banyak amal. Dia juga bisa melangkah jauh. Dengannya beban semakin banyak dipikul. Dia tidak pernah berujar bahkan dalam hatinya untuk mengurangi beban. Dia terus berdoa agar punggungnya diberi tambahaan tenaga agara beban itu semakin ringan.
Ya… lingkaran tiga kali empat. Tidak ada apa-apanya. Kecil memang. Apalagi bagi si dia yang ingin memetik mangga walau kematangannya jauh dari waktu normalnya…
Read more >>