Jumat, 12 Juli 2024

Dakwah itu...

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh alhamdulillahirobbilalamin Allahumma sholli ala Muhammad wa ala Muhammad

Kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena diberikan karunia, hidayah untuk berada dalam gerakan dakwah ini dan itu sesuatu yang harus kita syukuri. Dalam perjalanan dakwah ini, kita berupaya untuk terus-menerus melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, mengajak kepada kebaikan sebanyak-banyaknya, orang kita seru untuk berbuat baik. Ini semua karunia yang sangat besar yang Allah berikan kepada kita.

Allah memilih kita untuk melakukan tugas ini. Ya, karena rahmat dan kasih sayang Allah kepada kita.

Sekali lagi kita harus bersyukur karena dipilih oleh Allah subhanahu wa ta'ala berada dalam perjuangan ini. Sebagai bentuk syukur,mata perlu memperkuat taqarub kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun demikian, tugas beliau sebagai juru dakwah diwariskan kepada para sahabat, diwariskan kepada tabiin, kemudian tabiit tabib sampai ke kita.  Tugas itu memang tidak mudah. 

Yang menjadi penting adalah tugas ini tidak akan mungkin bisa terlaksana dengan baik, kalau sebagai juru dakwah, aktivis dakwah tidak memiliki pemahaman yang cukup.  Pemahaman Itulah sebenarnya yang menjadi syarat utama sebuah pergerakan dakwah.

Kalau kita melihat ayat yang pertama diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Surat Al-alaq. Iqro... Iqro... itu berarti bagaimana kita berupaya untuk memahami.

Di fase dakwah Makkiyah, pemahaman yang paling penting itu adalah terkait dengan Allah sebagai Rabb atau pemahaman rububiyah, makanya di sini fokusnya adalah tentang aqidah.  Proses itu terus dirawat melalui pembinaan yang beliau lakukan di rumah Arqam bin Abil Arqam. Tidak mudah memang. Kemudian itu juga dilanjutkan dalam fase dakwah Madinah. Sehingga proses belajar Iqro itu tidak berhenti walaupun proses dakwahnya terus berjalan.

Jadi tidak ada istilah bagi kita tarbiyah itu berhenti. Tarbiyah itu madal hayah, terus berlanjut. Makanya bagi seorang dai, seorang mubaligh misalnya, tidak boleh merasa cukup dengan ilmunya. Dia harus banyak mendengar, banyak menerima nasehat, banyak membaca, banyak berdiskusi, agar dia cukup untuk menyampaikan ilmunya ke orang lain. Jangan pernah merasa cukup dengan ilmu yang dia miliki.

Terenyuh juga di di negeri ini. Walaupun memang negara kita adalah religius tetapi sedih juga maraknya judi online. Mungkin salah satu penyebabnya karena pemahaman umat yang mungkin masih lemah sehingga mereka tidak terlalu berkomitmen dengan Islam. Komitmen untuk implementasi Islam ini yang mungkin menjadi PR kita bersama.

Untuk itulah, kita tidak bisa juga menyalahkan siapapun. Kita harus berupaya dari diri kita dulu, untuk tetap berada di jalan orang-orang yang memberikan penyadaran orang-orang yang tersebut. Mengajak orang sebanyak-banyaknya untuk kembali kepada Islam, untuk kembali kepada komimen dengan Islam, untuk melaksanakan Islam.

Walaupun kita tetap tidak boleh juga menjadi hakim yang memvonis orang itu salah atau tidak.  Ingat. Kita bukan menghakimi. Tetapi tugas kita adalah mengajak sebanyak-banyaknya. Kita bisa ngajak mereka pengajian, ke majelis taklim, ke tabligh'tabligh yang ada di masjid atau di manapun supaya tergerak hatinya untuk bisa mengenal Islam, memahami Islam. Tentu juga kita berharap untuk komitmen dengan Islam.

Itulah tugas kita. Pembinaan kader itu menjadi penting karena kader itulah yang menjadi aktor dari aktivitas ini, aktor dari perjuangan dakwah ini. Siapa lagi kalau bukan kita. Maka yang perlu kita tanyakan adalah apakah hari ini kita sudah berada di jalan itu, apapun lembaganya, apapun jamaahnya.  Yang penting, apakah kita sudah berniat untuk mengajak semua orang ke dalam komitmen Islam.
Read more >>

Senin, 08 Juli 2024

Biduk-Biduk. Desa Nan Indah di Ujung Timur Berau

Lelahnya perjalanan panjang sekitar 5 jam seolah terbayar saat memasuki kampung Biduk-biduk. Bagaimana tidak, kampung yang sangat indah dengan hamparan pantai putih landai yang sungguh menakjubkan.

Lambaian daun nyiur tinggi manjulai seolah memanggil untuk terus bertahan lama memandang kebesaran ciptaanNya.

Kampung Biduk-biduk yang terletak di Kecamatan Biduk-biduk Kabupaten Berau, Kalimantan Timur merupakan kampung yang penduduknya berasal dari Sulawesi. Nama “Biduk-biduk” berasal dari bahasa Bugis yang berarti tempat yang banyak disinggahi oleh kapal-kapal nelayan. 
Letak Biduk-biduk yang strategis dengan pemandangan yang indah merupakan tempat singgah yang menarik bagi nelayan untuk beristirahat. Sejarah terbentuknya kampung Biduk-biduk terdiri atas dua versi. Menurut versi pertama yang dikemukakan oleh sesepuh kampung bahwa sejarah berawal dari menikahnya Putri Solok yang berasal dari Filipina dengan Mahmude yang berasal dari Sulawesi dan bermukim di Pulau Kaniungan. Tahun 1909, Kalla yang merupakan keturunan Putri Solok dari Filipina dan Mahmude mencari nelayannya yang belum kembali pulang dan sedang singgah di suatu tempat. Kalla menemukan kapal-kapal nelayannya singgah di suatu tempat yang ramai dengan kapal-kapal nelayan lain. Tempat yang strategis, potensi ekonomi dan pemandangan yang indah menjadi daya tarik bagi Kalla.

Tahun 1912, Kalla dan keluarganya pindah ke Biduk-biduk dan Mahmude menjabat sebagai Kepala Kampung di desa Biduk-biduk. Menurut informasi sesepuh desa, perekonomian masyarakat desa Biduk-biduk meningkat, saat Kalla bermukim di sana. Lokasi yang strategis sebagai tempat persinggahan kapal, menjadikan kegiatan perniagaan berjalan lancar dan pendapatan masyarakat meningkat. Kalla menjadi orang yang sangat berpegaruh di Biduk-biduk saat itu. Versi kedua menceritakan bahwa nama kampung “Biduk-biduk” diambil dari sejarah zaman perampokan. Pada zaman itu banyak perahu kecil perampok yang berlabuh dan singgah di tempat itu. Perahu-perahu dari pulau Kaniungan juga singgah berlabuh di tempat yang sama untuk melanjutkan perjalanan ke Tanjung Buaya. 

Setelah era perampokan, pada tahun 1910 datanglah dua suku Bajau yaitu Si Keppang alias Majahaba sekeluarga dan Ma Sulung sekeluarga dan membuka kebun. Pada tahun yang sama, berdatangan juga orang-orang dari Pulau Kaniungan dan Sulawesi Tengah. Tempat itu diberi nama Biduk-biduk yang artinya perahu-perahu kecil. Kepala Kampung pertama kampung Biduk-biduk dijabat oleh Mahmude dari tahun 1912-1937. Pada tahun 2003, terpilihlah H. Darmani sebagai Kepala Desa untuk masa jabatan 2003-2008 dan nama desa diubah menjadi nama kampung berdasarkan Peraturan Pemerintah Kabupaten Berau.

Kampung Biduk-biduk merupakan salah satu dari 6 kampung di wilayah Kecamatan Biduk-biduk yang terletak di sebelah pesisir selatan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kecamatan Biduk-biduk terdiri dari kampung Pantai Harapan, Tanjung Perepat, Biduk-biduk, Giring-giring, Teluk Sulaiman dan Teluk Sumbang.

Tipologi kampung Biduk-Biduk-biduk merupakan daerah dataran rendah, sebagian daerahnya perbukitan dan daerah pesisir dengan garis pantai sepanjang ±15 km. Kampung Biduk-biduk memiliki luas wilayah kurang lebih 14.865,47 hektare yang terbagi atas 4 wilayah Rukun Tetangga (RT). Secara geografis Kampung Biduk-biduk berbatasan di sebelah utara dengan Kampung Pantai Harapan, sebelah barat dengan Kabupaten Kutai Timur, sebelah selatan dengan Kampung Giring-giring dan sebelah timur dengan Selat Makassar.

Sekarang kampung sudah semakin maju. Geliat wisata membuat masyarakat mengambil peran untuk mendapatkan rezeki di sektor ini. Sudah mulai muncul penginapan  hotel kecil atau homestay berbasiskan masyarakat.
Kalau di akhir pekan atau musim libur, tempat menginap ini biasanya full booked. Dengan harga kisaran 200 ribuan per malam, wisatawan lokal sudah bisa menginap dengan nyaman. Saat berkunjung, saya mendapatkan penginapan cukup murah dengan fasilitas yang cukup.

Dengan adanya peningkatan kemajuan, biasanya juga berpotensi menimbulkan masalah sosial. Keberadaan kepolisian sektor Polsek menjadi sebuah kebutuhan agar wilayah ini menjadi aman.
Keberadaan masjid yang sangat megah juga membuat pengunjung semakin nyaman.

Sekarang juga muncul toko2 atau warung yang menawarkan segala macam keperluan warga. 
Read more >>

Jumat, 05 Juli 2024

Fasilitasi Penjaminan Mutu Rotan di Teluk Sumbang

Dr. Gunawan Wibisono 
Dosen Universitas Muhammadiyah Berau

Rotan merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu yang cukup banyak di Teluk Sumbang. Salah satu habitat yang ada berada di Areal Penggunaan Lain (APL). 

Selama ini pemasarannya masih belum masif, beberapa diolah menjadi kerajinan, seperti tas, anjat dll. Dan penjualannya masih bersifat by order. Maksudnya akan disiapkan setelah ada pemesanan. Jadi bukan dibuat secara rutin.

Penjaminan mutu rotan, salah satunya dimaksudkan agar kualitas produk dan asal usul produk bisa terjamin sehingga ada kepastian kualitas dan legalitas produk. Rotan lestari (ROLES) menjadi salah satu opsi yang bisa diusulkan untuk dikembangkan.

Pada tanggal 6 Juli 2024, bertempat di salah satu rumah warga, Yayasan Kitiran yang bermitra dengan YKAN melakukan pembentukan sebuah wadah untuk menginisiasi proses ini. Dibimbing perwakilan NTFP, kelembagaan ROLES Teluk Sumbang dibentuk. 
Diharapkan dengan adanya inovasi ini, masyarakat menjadi lebih semangat lagi dalam berbisnis rotan. Saat legalitas rotan sudah diperoleh, masyarakat punya dasar yang kuat untuk memasarkan ke konsumen yang lebih luas. Termasuk ke ekspor. 


Read more >>

Senin, 01 Juli 2024

Menuju Kampung Pegat Batumbuk

Dr. Gunawan Wibisono 
Dosen Univeristas Muhammadiyah Berau

Perjalanan kali ini dimulai pukul 08.00 wite.
Berangkat melalui pelabuhan Sanggam Tanjung Redeb menuju Kampung Pegat Batumbuk dengan speedboat yang berkapasitas sekitar 15 an penumpang. Saat masih pagi, suasana nyaman. Tidak terlalu panas. Dengan mesin 40PK, speed boat meluncur membelah sungai Kelay dan menuju Muara Sungai Berau
Di sepanjang sungai kami melewati beberapa kampung. Pertama tentu Kelurahan Sambaliung, Tanjung Perangat, Sukan dan akhirnya sampai di Pegat Batumbuk. Di sepanjang sungai, terlihat deretan mangrove yang sangat hijau. Katanya di dekat kampung Tanjung Perangat banyak Bekantan yang berada di mangrove. Tapi saat itu, karena sudah diatas jam 8 an, kami tidak menemukannya.
Setelah 1.5 jam an melintasi Sungai Berau, akhirnya sampailah di Kampung Pegat Batumbuk. Dari kejauhan terlihat rumah warga yang berada di pinggir sungai. 
Kampung ini terdiri dari dua dusun, yaitu Pegat dan Batumbuk. Makanya dinamakan Kampung Pegat Batumbuk. Dusun Pegat terdapat 1 RT, sedangkan di dusun Batumbuk terdapat 2 RT.

Kali ini kami mengunjungi dusun Batumbuk. Di dusun ini, jalan yang ada adalah kayu ulin kira2 lebarnya 1.5 meteran sepanjang 1.5 km. Kenapa ulin, katanya ulin adalah kayu yang sangat kuat. Jadi di dusun ini, semua jalan merupakan jalanan kayu ulin. Tidak ada sepeda motor, kecuali beberapa sepeda dan motor listrik kecil. 

Ada beberapa toko sembako yang terdapat disini. Walaupun tidak banyak. Karena memang kampung ini adalah nelayan, jadi hampir semua warga konsumsi dengan produk laut. Ikan, kepiting, udang dan cumi-cumi. 
Saya sempat ngobrol santai dengan seorang perawat yang sudah bertugas di kampung ini selama 20 tahunan. 
Katanya penyakit umum yang selama ini diidap oleh masyarakat adalah ISPA dan penyakit generatif (kolesterol). Kenapa, katanya konsumsi seafood yang berlebihan. Tetapi saya coba bantah. Kan konsumsi seafood ini sudah berlangsung lama. Tetapi mengapa baru sekarang banyak terkena. Katanya, asupan antara kalori yang masuk dan keluar tidak seimbang. Untuk menanggulangi masalah ini, beliau sebagai tenaga kesehatan sudah melakukan sosialisasi dan mengadakan senam untuk lansia.
Ada banyak jenis ikan yang biasa diperoleh oleh nelayan, misalnya kerapu, ikan putih, udang dan lainnya. Ikan-ikan itu dijual ke kampung sebelah, yaitu Kampung Kasai.
Kampung yang berpenduduk sekitar 400 an jiwa ini didominasi oleh suku Bugis, tepatnya dari daerah Bone Sulawesi Selatan. Walau ada juga penduduk yang berasal dari suku lain, seperti Jawa. Luasan kampung ini sekitar 24 an ribu hektare dan rata didominasi oleh mangrove, berupa nipa dan jenis lainnya. Saya belum mengetahui secara pasti jenis-jenis mangrove yang ada. Karena kondisi inilah yang menyebabkan banyak masyarakat membuka tambak udang. Jadi secara ekonomi, kesejahteraan warga cukup. Jadi, selain nelayan tangkap warga juga menjadi nelayan budidaya. 
Saya kesana dalam rangka penyusunan rencana tata ruang kampung yang biasanya disebut rencana tata guna lahan (RTGL). Kegiatan diawali oleh pemaparan eksisting kampung. Iya, kampung ini merupakan kumpulan beberapa buah pulau.
Eksisting yang ada berupa kawasan hutan, pemukiman, tambak, lokasi prasarana dan lainnya. Kemudian fasilitator mengajak warga secara partisipatif untuk ikut merencanakan peruntukan kawasan. Di-overlapping-kan dengan eksisting yang ada. Masyarakat yang hadir cukup banyak dan mewakili unsur masyarakat. Perwakilan pemerintah kampung, BPK, LPM, tokoh pemuda, tokoh agama, PKL, nelayan tangkap, nelayan budidaya, dan lainnya. Setiap Perwakilan diminta untuk memberikan usulan harapan pembangunan ke depan. Kemudian ditempatkan secara spasial. 
Kampung Pegat Batumbuk berstatus Desa Berkembang sesuai dengan Indeks Desa Membangun (IDM). Harapannya ke depan bisa menjadi Desa Maju. Berdasarkan diskusi santai dengan Kepala Desa, Bapak Alimudin, harapan itu memang ada. Tetapi ada beberapa hal yang harus disiapkan agar capaian itu bisa terealisasi. Kata beliau, pertama adalah masalah air bersih yang belum tersedia secara optimal. Mereka masih mengandalkan air hujan. Bila musim kemarau, warga membeli dari luar kampung yahg cukup mahal. Katanya tahun ini ada anggaran untuk penyiapan air bersih ini. Cuma belum tahu bagaimana realisasinya. Kedua adalah masalah penanganan sampah. Belum ada TPs atau TPA. Saat diskusi tata ruang, hal itu muncul. Bagaimana cara penanganan sampah. Yang ketiga kata beliau adalah listrik. Memang sudah ada listrik, melalui PLTS komunal. Masyarakat mendapat jatah 700 KWh. Cukup sebenarnya, tetapi daya itu hanya untuk lampu dan kebutuhan dasar. Padahal mereka memerlukan utk kulkas dll. Terakhir kata beliau yang perlu adalah penyiapan toilet komunal. Ini penting karena mereka tinggal diatas air yang relatif berada diatas air bila pasang. Sebenarnya sudah dibuat toilet komunal, tetapi tidak bisa dioperasionalkan. 

Iya. Satu lagi yang perlu jadi perhatian. Selama ini sarana pendidikan hanya sampai SD. Setelah itu, anak2 melanjutkan sekolah di Tanjung Redeb atau Desa lain. Ini menyulitkan. Memang diakui, lulusan SD sedikit. Mungkin perlu ada kebijakan untuk sekolah SMP Filial.

Pa Alimudin berharap, bila sarana itu tersedia, mudahan status kampungnya bisa naik menjadi Maju.
Yang cukup membanggakan, kampung ini memiliki Hutan Desa seluas 11 ribuan hektare lebih. Skema perhutanan sosial ini diperoleh izin dari KLHK tahun 2018. Sudah banyak bimbingan yang diberikan oleh KPHP Berau Utara agar anggota LPHD bisa sejahtera. Hal ini disampaikan oleh Ketua LPHD, Bapak Kisman.
Saat kami berkunjung, KPHP sedang memberikan bantuan alat mesin pemisah tulang dan beberapa alat lainnya. 
Bapak Najib sebagai Kepala KPHP menyampaikan bahwa bantuan ini untuk memperkuat LPHD dalam bidang ekonomi. Diharapkan usaha perhutanan sosial yang ada bisa lebih maju lagi ke depan. 

Oh.. iya. Saat penyusunan RTGL kampung, Pak Najib memberikan arahan terkait rencana kelola ini, khususnya peruntukan untuk kawasan KBK. Diharapkan disinkronkan dengan perencanaan yang ada di LPHD. Hal ini penting karena semua perencanaan yang ada di desa harus disesuaikan dengan perencanaan LPHD. LPHD juga memiliki rencana kerja perhutanan sosial (RKPS) yang disusun di bawah arahan dari KPH sebagai panduan pengelolaan hutan desa.
Read more >>