Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertemuan pada malam ini bukan pertemuan biasa. Bukan hanya pertemuan untuk tukar informasi, bertanya kabar dan sebagainya. Berkumpulnya kita dalam majelis ini sebagai pekerja peradaban yang punya cita-cita besar untuk membangun peradaban dunia yang memiliki nilai-nilai ilahiah. ini adalah proyek yang besar karena dia mencakup sesuatu yang detail dan lengkap.
Kalau kita membahas tahapan amal yang rinci dan lengkap. Bagaimana kita memperbaiki diri kita dulu, individu dulu secara holistik dari Fikriyah-nya, Ruhiyah dan Jasadiyah sampai bagaimana kita menjadi rahmatan lil alamin. Maka diperlukan sebuah pondasi yang kuat agar ini bisa dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan juga harus ada keseriusan, tidak sembarangan. Ini proyek besar yang memang harus dibuat perencanaan yang serius dan detail.
Kita bisa bayangkan kalau membangun IKN dengan dana 500 triliun saja kita harus merancang dengan begitu banyak perencanaan dan dana yang digunakan juga harus dibuat secara lebih detail. Apalagi kalau kita bicara peradaban. Sebagai pekerja kita harus beramal. Yang kita maksud amal itu adalah buah dari ilmu dan keikhlasan. Pekerja harus beramal dengan serius. Dia juga harus memiliki ilmu yang cukup, agar amalnya tidak salah dalam memperjuangkan Islam. Tapi dia juga harus memiliki keikhlasan dalam beramal. Ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah 105 yang kurang lebih maknanya agar kita bekerja maka sesungguhnya Allah subhanahu wa taala, Rasul dan kaum muslimin akan melihat pekerjaan kamu.
Nah, jadi kita harus bekerja dengan baik. keseriusan kita dalam mengembah amanah ini itu harus terus dievaluasi. Dari segi struktur maupun dari tarbawinya sebagai rencana amal yang lebih jelas. Kontribusi kita harus jelas. Jangan sampai kita tidak memiliki kontribusi yang terukur untuk mencapainya. Amal itu kan harus jelas sebagaimana kalau kita melihat ayat diatas, kata amal disampaikan sebanyak tiga kali.
Bagi kita dalam tarbiah ini ada dua hal. Yang pertama kita menjadi pentarbiah atau murabi. Tetapi kita juga harus menjadi yang objek dakwah. Yang pasti akan memiliki amanah-amanah dakwah dalam penugasan di tarbiah itu. Yang mungkin bisa kita buat adalah saat kita ingin menjadi seorang murabi. Maka kita harus membuat program KKP. KKP itu adalah penerjemahan yang disesuaikan dengan kondisi kekinian. Dia menjadi penting. Maka kita sebagai murabi harus bisa menterjemahkan KKP itu sebagai kurikulum dalam mentarbiah. Itu menjadi penting. Jangan sampai kita datang, tidak mempersiapkan diri dengan baik. Akhirnya arah dari KKP itu tidak jelas, penyampaian kita tidak jelas, sehingga tujuan yang kita capai juga tidak jelas, yang diterima oleh anggota kita itu juga tidak jelas. Untuk itu maka KKP itu memang harus dijalankan dengan lengkap dengan tepat. Tentu kita rancang dengan baik apalagi banyak sarana tarbiah yang lain yang harusnya juga kita rancang dari awal jangan tiba masa tidak akal
Kalau kita tidak punya amanah yang jelas, kalau kita terlalu banyak menganggur dalam dakwah ini. Itu menjadi penyakit. Dan biasanya kita sibuk memikirkan orang lain. Kita sering sibuk untuk mengevaluasi orang lain. Padahal itu bukan ranah kita. Padahal itu bukan tugas kita untuk mengevaluasi orang lain. Yang paling penting adalah bagaimana kita, diri kita ini memenuhi amanah dakwah itu. Maka sekali lagi kita harus punya rencana kerjaan dakwah kita. Dan itu harus serius kita kita lakukan.
Di saat yang sama, kita harus bisa memberikan pemahaman kepada anggota kita atas tujuan pekerjaan ini. Sehingga kita bisa mengetuk jiwa mereka agar mereka juga turut bekerja dengan kita, bekerja secara amal jamai. Tidak boleh bekerja secara infirodi, karena kita adalah jemaah yang besar. Tidak boleh ada orang yang berjuang sendiri. Bekerja sendiri bisa berpotensi terjadi kesalahan. Terlalu besar bahayanya bila kita merasa cukup berjuang dengan kesendirian kita.
Untuk menjadi pekerja dakwah yang baik dan terus bisa bekerja dengan ikhlas maka kita harus terus membangun hubungan dengan Allah subhanahu wa taala. Karena kita yakin bahwa ikhtiar itu hanya salah satu syarat agar kemenangan dakwah tercapai. Tetapi yang paling mendasar adalah bahwa semua kemenangan itu berasal dari kekuasaan Allah subhanahu wa taala. Hak prerogatifnya Allah subhanahu wa taala. Kita hanya berperan untuk berikhtiar. Sedangkan kemenangan itu dari Allah subhanahu wa taala. Maka hubungan kita dengan Allah subhanahu wa taala itu harus tingkatkan secara terus menerus.
Sekali lagi karena kita berjuang dengan jemaah maka kita juga tidak bosan untuk mendoakan dai-dai yang lain, mendoakan anggota kita agar mereka juga bekerja dengan maksimal dengan keikhlasan yang kuat. Maka menjadi murabi yang rabaniyah itu menjadi keharusan dalam diri kita. Bagaimana kita menjadi murabi yang kokoh yang diterpa dengan angin yang sepoi-sepoi, kita tidak jatuh, apalagi diterpa dengan angin yang kencang pun tidak akan roboh. Karena kehidupan kita ini pasti akan berhadapan dengan dinamika politik, dinamika ekonomi, dinamika sosial, dinamika masyarakat.
Dari penjelasan di awal itu maka perjalanan tarbiah kita itu harus memiliki korelasi. Semakin lama kita tarbiah, semakin naik jenjang amanah dakwah kita maka seharusnya jumlah amanah kita semakin banyak, kinerja amanah dakwah kita semakin banyak. Pengorbanan kita juga semakin banyak. Kerja-kerja kita juga semakin banyak jangan sampai makin tinggi amanah kita, makin banyak amanah kita ternyata kinerja kita malah kurang. Saat kita melihat saudara-saudara kita melakukan direct seling, door to door, bekerja dan sebagainya kita menjadi penonton. Padahal mungkin yang melakukan itu orang-orang yang kita anggap baru, padahal kalau kita memahami dengan baik seharusnya kita yang paling banyak bekerja. Yang paling banyak melakukan direct selling, yang paling banyak melakukan door to door. Mungkin ini yang menjadi catatan kita ke depan.
Jadi saudaraku seharusnya tarbiah itu bisa memberi motivasi kita untuk bekerja secara maksimal di saat yang sama kita juga bisa mengilmui dan kita juga memiliki pemahaman dari awal sudah kita ikat bahwa perjuangan kita ini adalah untuk membangun peradaban Islam bukan hanya untuk mendapatkan ghanimah-ghanimah kecil sebagaimana yang terjadi di Perang Hunain. Terlalu jauh kalau kita hanya memikirkan kecil. Umur kita sudah hampir setengah abad. Bahkan ada yang sudah lebih dari setengah abad. Kalau kita hanya memikirkan ghanimah perang itu terlalu kecil, rugi rasanya. Berpuluh tahun kita tarbiah, banyak pengorbanan yang telah kita lakukan tetapi yang kita kecewa hanya karena kita tidak mendapatkan manfaat dari ghanimah itu.
Bahkan boleh jadi sebagaimana ibroh yang ada di Perang Hunain itu boleh jadi ghanimah itu memang sengaja diberikan kepada orang-orang yang baru masuk Islam di Mekkah. Memang untuk membuat keislaman mereka semakin kuat. Kita bisa belajar dari orang Anshar yang kecewa dengan pembagian yang dilakukan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasalam. Untung saja Rasulullah memberikan penguatan kepada sahabat yang berasal dari Al Anshar tersebut. Apakah kita harus mendapatkan bimbingan terus dari Rasulullah agar kita dikuatkan? Iya betul. Makin tinggi jenjang tarbiah kita, semakin banyak amal kita, maka bimbingan itu harus terus dilakukan. Ada reminder yang harus kita dapatkan terus dan itu berasal dari sehatnya tarbiah kita. Kalau anda, kalau kita, kalau saya, siapa pun, siapa pun yang sudah merasa besar dalam jamaah ini, terus melupakan kesehatan, tarbihannya, tinggal tunggulah yang berjatuhan di jalan dakwah. Nauzubillahi minzalik